Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Timur
A. Warits

Penggerak yang Humoris
Besar di Lingkungan Pesantren
A. Warits lahir di Sumenep, 7 November 1975. Ia dibesarkan dalam lingkungan pesantren. Pendidikannya dimulai di Nasy’atul Mutaallimin dari Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Lalu melanjutkan di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang di jenjang Madrasah Aliyah. Warits lalu kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang, dari 1994-2000.Selain itu, latar belakang Warits sebagai santri dan Lora di pesantren membuatnya memiliki jaringan yang mengakar. Dibuktikan sejak tahun 2014 lalu Warits adalah Instruktur Nasional Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama.“Alhamdulillah saya banyak kenal dengan para Kiai, Gus dan Lora di Jawa Timur. Mereka adalah penjaga harmoni kehidupan keagamaan dan kebangsaan di Jawa Timur,” ungkapnya.
Jejak Proses Pengabdian A. Warits
Di Malang menjadi titik jumpa Warits dengan dinamika intelektual. Basis keagamaan yang kental sejak kecil dilengkapi dengan perjalanan aktivismenya di Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) Malang. Hingga ketika pulang ke Sumenep, Warits menjelma menjadi penggerak sosial di akar rumput.Sebelum menjadi Ketua KPU Sumenep pada 2019 lalu, A. Warits adalah aktivis Lakpesdam NU Sumenep yang sering melakukan pendampingan pada perempuan petambak garam, nelayan dan kaum pinggiran lainnya.“Aktivitas saya dulu sebelum menjadi penyelenggara pemilu banyak mendampingi simpul masyarakat yang menjadi nelayan, petambak garam, dan masyarakat yang ada di pedesaan,” ungkapnya.
Memaksimalkan Rapat Pleno
Setelah terpilih sebagai Ketua Bawaslu Jatim 2022-2027, Warits memprioritaskan penguatan kelembagaan.“Penguatan kelembagaan pengawas pemilu di 38 Kabupaten/Kota ini menjadi prioritas saya. Kita tahu yang menjadi Satuan Kerja (Satker) masih 4. Saya akan bekerja lebih keras agar semakin banyak Kabupaten/Kota yang menjadi Satuan Kerja,” ungkapnya.Pengalaman sebagai Ketua KPU Sumenep selama 2 periode membuat Warits ingin memaksimalkan rapat pleno sebagai keputusan lembaga.“Bawaslu bersifat kolektif kolegial. Keputusan lembaga berada di rapat pleno. Ini harus kita maksimalkan dalam menjalankan pengawasan pemilu ke depan,” pungkasnya.
Bawaslu bersifat kolektif kolegial. Keputusan lembaga berada di rapat pleno. Ini harus kita maksimalkan dalam menjalankan pengawasan pemilu ke depan.
Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur
Rusmifahrizal Rustam

Dari Minang untuk Pengawasan Pemilu di Jatim
Mengidolakan Soekarno dan Gus Dur
Mantan aktivis Fordem Jakarta pada 1994-1998 ini mengaku mengidolakan Soekarno dan Gus Dur.“Saya pengagum Bung Karno dan Gus Dur. Saya senang baca buku dan hobi nonton Bola Dunia. Liverpool klub idola saya,” ungkapnya.Rusmi memiliki kenangan tersendiri dengan Gus Dur.“Tahun 1996 saya pernah mengantar Gus Dur dalam satu mobil dari Jember ke Bali untuk menghadiri acara diskusi dengan tokoh-tokoh agama Hindu di Denpasar setelah mengikuti acara di Jember,” kenangnya.
Berkecimpung di Dunia Kepemiluan Pasca Reformasi
Pria kelahiran Kota Padang Sumatera Barat 51 tahun yang lalu ini pernah kuliah di Universitas Andalas dan Fakultas Hukum Universitas Jember dari 1992-1998. Selama kuliah, Rusmi, panggilan akrabnya adalah aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).Penyuka Sup Konro, Rawon dan Rendang ini mengaku tertarik pada dunia kepemiluan setelah reformasi.“Saya tertarik untuk berkecimpung di dalam dunia kepemiluan pada saat pasca reformasi,” ungkapnya.Ketertarikan inilah yang membuatnya mulai aktif sebagai Komisioner KPU Kota Malang dan Bawaslu Kota Malang pada periode 2018-2023.“Tanggal 18 Agustus 2018 lalu saya dilantik sebagai Anggota Bawaslu Kota Malang. Tugas saya saat itu langsung mengawasi Pemilu 2019,” ungkapnya.
Menjadi Penyelenggara
Dalam materi uji kelayakan rekrutmen Anggota Bawaslu Provinsi periode 2022-2027, mantan pengurus Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) Kota Malang ini menggagas tentang pentingnya memaksimalkan pengawasan dan pencegahan untuk meminimalisir pelanggaran pemilu.“Misi yang hendak saya lakukan adalah melanjutkan program Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP), penguatan kapasitas pengawas pemilu ad hoc, penguatan literasi digital, patroli pengawasan, hingga mengajak tokoh agama dan masyarakat dalam menangkal hoaks,” pungkasnya.
Anak Minang yang kini menjadi Penjaga Demokrasi
Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur
Nur Elya Anggraini

Saya suka ngopi, novel dan sepak bola
Petahana yang Menggagas Mahadata dan Pengawasan Berbasis Geospasial
Saat uji kelayakan pada seleksi 2022-2027 salah satu gagasan penting yang Ely sampaikan adalah tentang mahadata dan pengawasan berbasis geospasial.“Visi saya adalah menjadikan Bawaslu Jatim sebagai pemilu yang terpercaya. Misinya adalah perlunya mahadata dan pengawasan berbasis geospasial,” ungkapnya.Menurut Ely, data perlu dikoneksikan dengan baik menjadi mahadata yang utuh.“Kita punya indeks kerawanan pemilu, laporan pengawasan, pencegahan dan penyelesaian sengketa. Kita perlu mengkoneksikan antar data ini dalam satu mahadata yang nanti bisa memudahkan publik agar mengakses tentang apa yang dilakukan,” jelasnya.Sementara soal Geospasial, Ely menggagas perlunya hasil pengawasan yang real time.“Bawaslu Jatim memiliki 38 Kabupaten/Kota dengan 666 Kecamatan, 8496 desa, dan pada Pemilu 2019 lalu memiliki 130.010 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dengan Geospasial saya berharap nanti pengawasan kita akan cepat dan tepat,” pungkasnya.
Kita tidak bisa manyamakan kopi dengan air tebu
Dewi Lestari dalam Novel Filosofi Kopi menulis: Kita tidak bisa manyamakan kopi dengan air tebu. Sesempurna apapun kopi yang kamu buat, kopi tetaplah Kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan. Ely berusaha melampui kopi, tak hanya sekadar rasa. Ia ejawantahkan dalam tugasnya sebagai Bawaslu Jatim. Kopi yang Ely suka adalah peleburan rasa yang pas. tak terlalu pahit dan manis. Pengawasan juga mesti belajar pada kopi. tidak berat sebelah. Harus pas dengan aturan.Novel bagi Ely adalah bacaan yang memanjakan imajinasi. Albert Einstein percaya imajinasi lebih penting dari pengetahuan. Imajinasi melampui dunia, merangsang kemajuan dan melahirkan evolusi. Imajinasi yang kuat membentuk pribadi yang ramah, memanusiakan yang lain dan bebas dari identitas formal yang membelenggunya. Sepak Bola mengajarkan tentang strategi. Zona Marking dan man to man marking harus jelas. Kerawanan pemilu harus terdeteksi sejak dini. Pelanggaran bisa dicegah. Ely membawa strategi sepak bola dalam kerja pengawasan. Juventus adalah club favoritnya. Jauh sebelum Ronaldo pindah dari Real Madrid.Penyuka kopi, novel, dan sepak bola ini memiliki nama lengkap Nur Elya Anggraini. Biasa dipanggil dengan Ely. Kini Komisioner Bawaslu Jawa Timur. Salah satu pembeda dari komisioner lainnya adalah tumpukan puluhan buku di atas mejanya. Buku-buku dengan bagai varian dan tema. Ia adalah pecinta buku. Ely tidak hanya mengoleksi buku-buku seputar dunia kepemiluan. Namun buku-buku lain menjadi sahabat setia dalam pekerjaannya. Selintas dapat dilihat ada beberapa buku tentang dunia pemilu, berjudul Menguak Politik Kartel; Studi tentang Kepartaian di Indonesia era Reformasi, karya Kuskrido Ambardi dan buku selebritisasi Politik, karya Dr. Sufiyanto, mantan Ketua Bawaslu Jawa Timur.Jika anda pergi ke kantornya, di jalan Tanggulangin No.3, Kepatren, Tegalsari, Kota Surabaya, maka juga akan bertemu dengan buku-buku dari Pramodeya Ananta Toer, Leo Tolstoy, Gabriel Garcia Marquez, George Orwell, Ernest Hemingway, Laksmi Pamuntjak, Eka Kurniawan, Martin Aleida, Ayu Utami, Leila S. Chudari dan novel-novel lainya. “Saya juga suka baca buku-buku gender, Ecofeminismenya – Vandhana Siva, Analisis Gender dan Transformasi Sosialnya – Mansour Fakih, dan Dekonstruksi Seksualitas Poskolonialnya Yasir Alimi” Ceritanya.Ely menjadi komisioner Bawaslu sejak tahun 2018. Setelah sebelumnya menjadi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur. Aktif sebagai anggota penyiaran ini tidak bisa dipisahkan dari jejaknya sebagai jurnalis. Ely pernah aktif di Radio Prosalina FM, radio lokal di Jember sebagai jurnalis dan penyiar berita selama 9 tahun.Aktivitas sebagai jurnalis ini memang telah Ely jalani saat menjadi mahasiswa di Universitas Negeri Jember. Ely aktif di Lembaga Pers Mahasiswa Prima FISIP Universitas Jember hingga menjadi Pimpinan Umum. Pengalaman yang panjang dan memiliki cerita duka ini telah membentuk Ely sebagai jurnalis dan penulis sekaligus.
Menjadi Santri sejak Kelas 5 SD
Nur Elya Anggraini lahir di Bangkalan 13 Januari 1983. Ely kecil adalah santri di Pondok Pesantren Syaikhona Kholil. Ia adalah satu di antara ratusan santri putri di salah satu pondok penting dalah sejarah Nahdhatul Ulama. Ely mondok dalam usia belum genap 10 tahun. “Saya di Pesantren itu dulu masih merah. Kecil Sekali.” Kenangnya.Di usia masih anak-anak, Ely juga memilih untuk sekolah diluar pesantren. Tidak banyak yang seperti Ely. Jika dihitung, dari sekitar 500 orang hanya 20 santri yang sekolah di luar pesantren. Karena memang saat itu, pesantren sendiri belum menyediakan sekolah formal. Oleh sebagian orang, pesantren sebagai lembaga pendidikan sudah dianggap cukup untuk perempuan. Dimana setiap waktu shalat dilakukan berjamaah. Pagi dan sore hari kajian kitab. Malam hari untuk Muthalaah. Bagi sebagian pesantren dulu di zamanya, siang hari digunakan untuk madrasah diniyah.Sebagian orang lain menganggap, bahwa perempuan tidak perlu lagi sekolah formal. Karena tidak ada gunanya. Tidak layak untuk bekerja di ruang publik. Ali-alih menjadi Bupati, Gubernur, dan Presiden. Bahkan imajinasi untuk keluar dari rumah bagi perempuan tanpa pendamping adalah suatu yang tabu. Pada era 90-an, Ely dibesarkan dari desa yang tidak mendukung secara kultural partisipasi publik perempuan. Namu demikian, dalam dirinya muncul keberanian untuk sekolah di luar pesantren. Suatu hal yang jarang dimiliki oleh anak perempuan seusianya dulu.Apalagi kala itu, Ely belum baca wacana gender. Ia hanya dihadapkan dengan teks-teks kitab pesantren dan keluguan sebagai santri putri. Keberanian untuk sekolah formal adalah lompatan penting yang menyejarah. Saat ia harus menembus tebalnya patriarkhi dipedesaan Madura. Berutunglah dirinya karena didukung oleh orang tua yang selalu melimpahi kasih sayangnya. Jika saat itu Ely tidak melanjutkan sekolah formal, maka sudah dipastikan tidak akan pernah melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi. Pilihan beda dan penuh resiko telah ia pilih sejak kecil. Tampaknya hal itu juga menjadi karakternya hingga dewasa.Pengalaman sebagai santri itu hingga kini demikian membekas dalam dirinya. Ely adalah santri yang peduli kepada santri pula. Nampaknya gagasan Bawaslu Jatim dengan melibatkan santri dalam pengawasi pemilu adalah hal yang jitu untuk Ely. “Santri itu ikon Jawa Timur.” Paparnya.
Aktivis Sejak Belia
Ely pernah menjalani sebagai aktivis di organisasi dan pernah melakukan kerja-kerja social. Sebagai aktivis, Ely dimulai dari menjadi anggota dari Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama (IPPNU) Bangkalan. Sejak menjadi mahasiswa di FISIP Universitas Jember, Ely mulai aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Mulai dari Rayon FISIP Universitas Jember sebagai bendahara, PMII Cabang Jember sebagai Bendahara dan Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Jawa Timur sebagai Tim Media. Selepas dunia mahasiswa, Ely kini juga tercatat sebagai bagian dari Fatayat Kota Jember.Sebagai aktivis, Ely berhasil memadukan dua hal yang sulit bisa ditempuh oleh aktivis lainnya. Yakni menyeimbangkan antara kuliah dengan kegiatan social. Ely berhasil lulus S1 dengan cukup baik di Universitas Jember sejak kuliah tahun 2001 di Jurusan Studi Administrasi Negara, dan berhasil menempuh S2 pada kampus yang sama. Kegiatan yang diingat oleh Ely sebagai aktivis social adalah saat bersama teman-temannya menggagas Rumah Pelangi Padasan dan pendamping anak TKI yang terjerat NAPZA. Ely bercerita, bahwa Rumah Pelangi Padasan adalah rumah inspirasi untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat. Terdapat sekitar 50 anak yang diberdayakan dalam beberapa kegiatan yang menunjang terhadap kecerdasan dan ketrampilan. Rumah Pelangi Padasan ini terletak di Dusun Padasan, Desa Darsono Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember.Selain itu, Ely juga aktif melakukan pendampingan TKI yang terkena NAPZA. Lokasi pendampingan terletak di Desa Ledokombo Kabupaten Jember. Ely mendampingi setidaknya 19 anak usia SD dan SMP yang terdeteksi pengguna NAPZA yang ditinggal keluarganya yang keluar negeri menjadi TKI. Berbagai pengalaman sebagai aktivis, jurnalis telah membentuk sosok Ely yang mampu berkomunikasi dengan berbagai pihak dan memahami pentingnya teamwork dalam mencapai sasaran dan tujuan yang akan dicapai bersama.
Komitmen Mengawal Demokrasi: Dari Internalisasi ke Ekstralisasi
Keterlibatan Ely pertama kali ke dunia pemilu berawal sejak tahun 2015, saat Ely menjadi anggota Panitia Pengawasan Pemilih (Panwaslih) Kabupaten Jember dengan Jabatan sebagai Koordinator Divisi Pengawasan. Pengalaman dan pengetahuan yang didapatkan dari berbagai referensi buku-buku tentang pemilu, juga berhasil menggerakkan Ely untuk menulis gagasannya di berbagai media.Setidaknya terdapat beberapa tulisan yang terbit di berbagai media. Di antaranya, Depolitisasi Masjid, terbit di Koran Radar Jember pada 13 April 2018; Hoax dan Kedaulatan Pemilu, yang terbit di Koran SIndo pada 2 Mei 2018; Menegakkan Kedaulatan Pemilu Bersama Santri, terbit di Duta Masyarakat pada 3 Mei 2018; Media Penyiara dalam Pusaran Pemilu, terbit di Portal Media Opini IDencer. Cermin Demokrasi yang Retak, terbit di Prokon Aktivis, 2004.Selai gagasan, Ely juga memiliki komitmen mengawal demokrasi. Ely menganggap bahwa syarat utama agar dapat mengawal demokrasi adalah dapat menyelenggarakan pemilu yang bebas dari pelanggaran. tentu saja untuk dapat melaksanakan pemilu yang bersih mensyaratkan adanya kesadaran dan partispasi berbagai elemen dalam mengawal pemilu. Untuk itu, harus ditopang oleh kepastian hukum yang jelas terhadap pelanggaran pemilu. Ely tidak menginginkan kasus pada 2015 kembali terulang. Saat para pelanggar yang menggunakan money politic dalam mempengaruhi pemilih belum disediakan pasal pemidanaanya.Bagi Ely, pemilu yang bersih dan bebas pelanggaran akan menciptakan kepercayaan (trust) masyarakat. Saat masyarakat sudah percaya, maka akan mendorong terhadap partisipasi masyarakat dalam mengawal demokrasi. “Jika yang terjadi sebaliknya, maka kita hanya akan melaksanakan pemilu prosedural, yang kehilangan substansi dan kepercayaan masyarakat.” ujarnya.Untuk memulai narasi narasi itu, Ely berupaya memulai komitmen itu dari dirinya sendiri sebelum mengawal demokrasi. “Tidak pernah dalam diri saya harus menggadaikan kredibilitas, integritas, dan moralitas dalam mencapai apapun. Karena jabatan yang diraih harus berlandaskan nilai-nilai keikhlasan dengan sandaran agama dan norma.“Tidak ada panggung depan atau panggung belakang yang berbeda. Karena semua dilakukan adalah dalam upaya untuk benar-benar ikhlas dan berkomitmen dalam menjaga demokrasi. Ely melakukan upaya untuk menjaga kadaulatan demokrasi yang dimulai dari dirinya dan diimplementasikan ke lingkungan sosial. Dengan kata lain, ada upaya internalisasi dan eksternalisasi. Sebagai eksternalisasi berawal dari apa yang ada didalam diri yang diwujudkan keluar dari dalam bentuk kongkret.Kini Ely terus berjuang untuk demokrasi. Komitmennya ia rawat bersama kerja-kerja kepemiluan. Ada rakyat yang mendambakan pemilu bersih menjadi tanggungjawabnya. Sebagaimana juga ada kasih sayang keluarga dalam jejak karirnya.
Tentu saja untuk dapat melaksanakan pemilu yang bersih mensyaratkan adanya kesadaran dan pertisipasi berbagai elemen dalam pengawal pemilu. Untuk itu, harus ditopang oleh kepastian hukum yang jelas terhadap pelanggaran pemilu.
Jurnalis yang Nyasar ke Bawaslu
Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur
Eka Rahmawati

Rabu 25 Juli 2018 menjadi hari yang bersejarah :
Menjadi anggota Bawaslu menjadi tantangan tersendiri
Rabu 25 Juli 2018 menjadi hari yang bersejarah bagi Eka Rahmawati. Hari itu ia berdiri bersama 80 orang komisioner terpilih lainnya dari 34 provinsi mengikuti prosesi pelantikan anggota Bawaslu Provinsi Se-Indonesia di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Eka bersama ketiga rekannya, Nur Elya Angraini, Purnomo Satriyo Pringgodigdo, dan Mohammad Ikhwanudin Alfianto adalah empat anggota Bawaslu Jatim hasil penambahan masa bakti 2018-2023, menggenapi jumlah komisioner Bawaslu Jatim menjadi 7 orang sesuai amanat undang-undang.Menjadi anggota Bawaslu menjadi tantangan tersendiri bagi Eka. Meski tidak asing dengan dunia politik, sosok yang lebih dikenal sebagai aktivis perempuan ini mangaku, menjadi anggota Bawaslu ini adalah pertama kali dirinya bersentuhan langsung dengan teknis penyelenggaraan pemilu. Sehingga, ia dituntut extra cepat beradaptasi dengan posisinya yang baru.Sebelumnya, pengalaman Eka lebih banyak pada pendidikan HAM dan politik untuk pemilih (voters education), dan pembekalan pengetahuan sistem pemilu dan strategi pemenangan untuk para calon legislatif perempuan yang dilakoni sejak awal tahun 2000-an, dan sekali saja bersentuhan dengan isu pemantauan pemilu pada tahun 1999. “Sebetulnya saya pernah mendaftar menjadi anggota KPU Jawa Timur tahun 2013 tapi tidak lolos di 20 besar. Terus mendaftar KPU Surabaya, tapi perjuangan saya juga terhenti sampai 10 besar saja,” ujarnya.Menurut Eka, tantangan yang dihadapinya sebagai anggota Bawaslu bukan saja akselerasi penguasaan teknis kepemiluan mengingat tahapan Pemilu 2019 yang sudah berjalan, namun juga harapan masyarakat yang begitu besar terhadap lembaga ini, disamping regulasi yang terus berubah.”Ekspektasi publik sangat tinggi terhadap pelaksanaan pemilu yang berintegritas dan berkualitas. Apalagi, terdapat trend makin beragamnya modus kecurangan atau pelanggaran pemilu di masa ke masa. Maka Bawaslu dituntut untuk membuktikan diri. bahwa dengan kewenangan baru yang dimiliki lembaga ini akan mampu memenuhi ekspestasi publik itu. Misalnya lewat strategi efektif untuk pencegahan dan pengawasan pelanggaran, penindakan pelanggaran yang profesional dan tanpa pandang bulu, peran sebagai mediator dan adjudikator handal dalam penyelesaian sengketa, dan sebagainya. Tentu semuanya harus tetap dalam bingkai integritas dan profesionalitas sebagai penyelanggara,” imbuh manta tim seleksi Panwaslu Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur tahun 2017 ini.
Dari Aktivis Perempuan ke Penyelenggara Pemilu
Eka memiliki pengalaman panjang sebagai ‘gender justice advocate‘. Tak hanya di Jawa Timur, sepak terjang Eka dalam memperjuangkan hak-hak kaumnya di segala bidang membuat perempuan kelahiran Nganjuk ini memiliki jaringan kerja yang luas dan pengalaman bekerja dengan beragam lintas budaya. Perhatiannya pada isu gender membawa Eka beraktivitas tidak hanya di pelosok negeri dari Aceh hingga Papua, melainkan juga di sejumlah negara seperti Timoer Leste, Malaysia, Thailand, Filipina, Nepal, dan Amerika.Sebagai spesialis gender, tugas utama Eka adalah mendorong pengarusutamaan gender di berbagai latar organisasi dan dalam pengelolaan program. Bidang keahliannya cukup beragam mulai dari isu gender based violence, human trafficking, gender and disaster, gender and maternal/neonatal health, dan sebagainya. Eka juga mengaku dirinya intens berkutat dengan isu gender and politics, terutama sejak awal tahun 2000 melalui lembaga lokal bernama Kelompok Perempuan Pro Demokrasi (KPPD) yang fokus mendorong peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik.Selain memberikan pelatihan penguatan pada legislator perempuan agar mampu menghasilkan produk kebijakan yang lebih adil gender, riset-riset terkait perempuan dan politik, serta pendidikan HAM dan demokrasi untuk pemilih, setiap kali mendekati momentum pemilu Eka bersama jaringan perempuan di Jawa Timur rutin memberikan pelatihan penguatan dan strategi pemenangan caleg perempuan lintas partai.Kerjasama dengan lembaga-lembaga di tingkat nasional maupun internasional terkait isu ini juga pernah dilakoninya, diataranya dengan The Asia Foundation, Pusat Kajian Politk Universitas Indonesia, Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, dan sebagainya.
Lantas apa yang membuat Eka tertarik masuk ke Institusi penyelenggara Pemilu?
“Sebetulnya ini bermula dari riset yang dilakukan oleh KPPD mengenai keterwakilan perempuan dalam politik tahun 2012, dimana disproposionalitas perempuan dalam politik sangat tinggi. Tidak hanya dalam institusi penyelenggara negara baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, namun juga dari aspek penyelenggara pemilu, dimana representasi perempuan saat itu sangat rendah bahkan kurang dari 15% bila dibandikan dengan laki-laki. Akses politik perempuran sangat terbatas, namun mereka juga dihdapkan pada hambatan internal seperti modalitas politik dan mental block. Disi lain, sudah lama aktivis perempuan menyadari bahwa jika ingin mengubah situasi mereka harus masuk pada sistem pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Kami selama ini mendorong perempuan untuk masuk di jantung perubahan, yakni di arena pengambilan keputusan. Namun sebaliknya tidak banyak perempuan bahkan mereka yang aktivis yang punya cukup nyali untuk betul-betul bertarung di arena politik. Nah, berangkat dari latar itu saya diminta mewakili teman-teman kelompok perempuan ini untuk mendaftar menjadi penyelenggara pemilu di tahun 2013 dan 2014, meskipun masih belum berhasil saat itu. Jadi ini semacam strategi jaringan, yang bingkainya tetap gerakan perempuan.”
Peluang Eka pun mulai terbuka ketika ia menjadi Tim Seleksi Panwaslu Kab/Kota Se-Jawa Timur 2017-2019. Dari situ pengetahuannya mengenai penyelenggara dan penyelenggara pemilu semakin terbuka. Dengan modalitas ini ia kembali mengikuti seleksi sebagai penyelenggara di tahun 2018, dan akhirnya berhasil terpilih sebagai anggota Bawaslu hasil penambahan untuk periode bakti 2018-2023.Bagi Eka, nilai strategis menjadi anggota Bawaslu bukan saja kesempatan untuk lebih dekat memotret potential barriers yang dihadapi perempuan dalam bingkai demokrasi elektoral. Lebih dari itu, prinsip inklusifitas demokrasi mengandaikan kehadiran dan keterlibatan aktif semua kelompok sosial terutama mereka selama ini terpinggirkan. Langkah afirmasi dengan menambah jumlah perempuan untuk menjadi Srikandi Pengawas Pemilu merefleksikan komitmen Bawaslu untuk terus memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia. Meski menurut Eka, komitmen ini harus terus dijaga, sala satunya dengan memastikan gender concerns masuk di semua aspek dan tahapan pemilu, mengingat Bawaslu bukan hanya sebagai implementator melainkan juga regulator penyelenggaraan pemilu.Disamping kompetensi, membangun rasa percaya diri dan sisterhood Srikandi ini penting menurut Eka, karena hanya dengan demikian potensi terbaik dan solidaritas antar pengawas bisa dibangun. “Mungkin pertama pintu masuknya bisa lewat isu yang khas perempuan. Tapi tujuan jangka panjangnya adalah dalam rangka membangun soliditas pengawas dan mengeluarkan potensi terbaik mereka dalam melakukan tugas utama pengawasan“, pungkas Eka.
Ekspektasi publik sangat tinggi terhadap pelaksanaan pemilu yang berintegritas dan berkualitas. Apalagi, terdapat trend makin beragamnya modus kecurangan atau pelanggaran pemilu dari masa ke masa. Maka Bawaslu dituntut untuk membuktikan diri, bahwa dengan kewenangan baru yang dimiliki lembaga ini mampu memenuhi ekspektasi publik itu.
Srikandi Pengawal Demokrasi Bawaslu Jawa Timur.
Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur
Dwi Endah Prasetyowati

Sejak menempuh pedidikan Dwi Endah Prasetyowati aktif mengikuti kegiatan dan organisasi. Pada Masa kuliah di Universitas Negeri Malang Dwi Endah Prasetyowati mengikuti berbagai organisasi di intra lingkungan kampus maupun luar kampus. Organisasi intra kampus yang pernah dikuti antaranya pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Pendidikan SDM HMJ UM , Kabid ADMUM (Adminitrasi Umum) KOPMA UM, dan selanjutnya Ketua Umum KOPMA UM, Pengurus FKKMI (Forum Komunikasi Kopma Mahasiswa Indonesia) perwakilan Jawa Timur dari Universitas Negeri Malang, Kepala Bidang Peningkatan SDM Moslim Study, Bendahara 1 MPM (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa) atau kata lain Senat UM, Ketua KPF (Komisi Pemilihan Fakultas) dan anggota UKM Teater. Sedangkan pada Organisasi ekstra kampus pernah bergabung dengan HMI sebagai Kabid PP (Pemberdayaan Perempuan) di Komisariat Ekonomi. Setelah lulus Kuliah saya juga masih aktif di organisasi KAHMI MD Jember sebagai bendahara, dan selanjutnya sebagai pengurus FORHATI KAHMI MW, dan pengurus KNIP.
Pengalaman pekerjaan Dwi Endah Prasetyowati dalam bidang kepemiluan adalah pernah menjadi Anggota KPU Kabupaten Jember (2014-2018) dan menjadi Anggota Bawaslu Kabupaten Jember (2018-2023). Selama menjadi penyelenggara pemilu banyak pengalaman kepemiluan yang didapatkan, diantaranya:
- Menjadi Narasumber/Pemateri dalam kegiatan seminar, Talkshow, Sarasehan, Diskusi dan lain-lain tentang kepemiluan sejak Tahun 2014-2022 yang diselenggarakan oleh:
- Yayasan Pondok Pesantren As-Syafi’i
- SMK Ash-Shiddiqi
- SMK Al-Qunaini
- Karang Taruna Desa Curahlele
- SMK Al-Masruroh
- SMK Bustanul Ulum
- MA Mambaul Ulum
- Pondok Pesantren Mambaul Ulum
- MA Nurul Ulum
- MA Bahrul Amin
- PPK Panti
- PPK Sukorambi
- PPK Sumberbaru
- Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Jember
- Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Jember
- Narasumber dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Bawaslu Tangerang dengan tema “Pembinaan Pegawai Berdasarkan Perbawaslu 15 Tahun 2020”
- Narasumber dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Bawaslu Tidore dan Bawaslu Majalengka dengan tema “Catatan Penanganan Pelanggaran Pilkada 2020 dan Pilkada 2024”
- Narasumber dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Jember dengan Tema “Peran Bawaslu dalam Pengawasann Pemilu 2024”
- Peserta kegiatan webinar Tema “Potret Netralitas Birokrasi Menyongsong Tahun Politik 2024” rilis survey nasional netralitas ASN pada Pilkada Serentak Tahun 2020 yang diselenggarakan oleh KASN
- Peserta webinar nasional tema “Seleksi Penyelenggara Pemilu dalam Konteks Pemilu dan Demokrasi” yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI)
- Narasumber dalam Diskusi Virtual Tema “Catatan Penanganan Pelanggaran Pilkada 2020 dan Pilkada 2024” yang diselenggarakan oleh Bawaslu Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara pada Selasa 07 Juni 2022.
Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur
Dewita Hayu Shinta

Di kepemiluan, wajahnya tidak asing. Sisin adalah komisioner KPU Jawa Timur periode 2014-2019. Kini, dia kembali di dunia kepemiluan sebagai anggota Bawaslu Provinsi Jatim masa jabatan 2023-2028. Dia merupakan Ketua Umum Korps HMI-Wati Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (Kohati PB HMI) periode 2008-2010. Sisin merupakan lulusan program studi Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang (UB). Meraih gelar sarjana pada 2005. Kemudian, dia melanjutkan ke tingkat Magister di Universitas Indonesia (UI). Di S2-nya, mendapatkan gelar Magister Manajemen Pembangunan Sosial dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI.
Sisin juga dikenal sebagai perempuan yang aktif di berbagai wadah organisasi, baik organisasi internal maupun eksternal kampus. Salah satunya, dia pernah menjadi jajaran pengurus BEM Fakultas, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (APIK). Kemudian, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) wilayah Jatim, serta aktif menjadi anggota Kohati hingga mampu terpilih dan mengemban amanah sebagai Ketua Umum Kohati PB HMI periode 2008-2010. Dia juga merupakan seorang penulis, salah satu di antara buku-bukunya yakni buku berjudul Posisi Perempuan dalam RUU KUHP (2006) dan Kodifikasi Delik Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Revisi KUHP (2007).
Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur
Anwar Noris

Tim Seleksi (Timsel) Aggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur resmi mengumumkan hasil seleksi tes kesehatan dan tes wawancara calon Anggota Badan Pengawas Pemilu Provinsi Jawa Timur Periode 2023-2028. Timsel memutuskan sebanyak delapan orang yang dinyatakan memenuhi kriteria sebagai Anggota Bawaslu Jatim lima tahun kedepan. Satu dari delapan yang dinyatakan lulus adalah Ketua Bawaslu Kabupaten Sumenep Anwar Noris, SH dengan nomor peserta Jl. 001. Pria kelahiran Sumenep 07 April 1980 itu dinyatakan berhak untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan yang akan dilakukan oleh Bawaslu RI bersama tujuh peserta yang lain.
Meski terlahir di pedesaan, pengalaman menjadi penyelenggara Pemilu tidak diragukan lagi. Maklum, sejak kecil dia telah aktif diberbagai organisasi. Sehingga kemampuan dalam ber-organisasi juga tidak diragukan. Anwar Noris mengawali aktif di organisasi dari Ikatan Pelajar Payudan tahun 1993, dan aktif di organisasi Remaja Islam Payudan tahun 1994 dan tahun 1997 dia juga aktif sebagai anggota Ikatan Santri Annuqayah. Setelah melanjutkan pendidikan Strata 1, Anwar Noris menjadi Ketua Bidang PTKP HMI Cabang Malang Komisariat UNISMA Tahun 2001, dan menjadi Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas Hukum UNISMA Tahun 2001. Tidak hanya itu, tahun 2023 Anwar Noris terpilih sebagai Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Islam Malang.
Sebelum menjabat sebagai Ketua Bawaslu Sumenep, Anwar Noris juga pernah menjabat sebagai Ketua PPS Pada Pemilihan Gubernur Provinsi Jawa Timur Tahun 2008, dan Ketua PPS Payudan Dundang pada Pemilihan Umum Tahun 2009. Setelah itu Anwar Noris juga pernah menjabat sebagai Anggota Panwaslu Kabupaten Sumenep tahun 2015.